"I say never be complete. I say stop being perfect. I say let's evolve. Let the chips fall where they may." —Fight Club

Sabtu, 06 Agustus 2011

Gigs kecil di Sumber Pucung

D.I.Y tak akan pernah mati, prinsip hidup ini kian meluas & mengilhami banyak orang sebagai pilihan untuk melawan kekuatan dominasi kapital yang terus menggerinda kehidupan kita. Inilah kesan pertama yang kami tangkap ketika grup kecil kami datang melapak di sebuah acara yang di organisir sebuah kolektif bernama Taring Berakar. Kolektif ini ada di daerah Sumber Pucung, kira2 butuh waktu 1 jam perjalanan dengan sepeda motor dari kota Malang. Acara tersebut ternyata diadakan di sebuah kampung yang cukup padat penduduknya. Sebuah gigs musik punk di sebuah kampung yang padat, sungguh sebuah fenomena yang menarik. Kami sungguh terkesan saat pertama kali menginjakkan kaki tempat acara.

Setelah ngobrol sebentar kami langsung saja menggelar lapakan kami yang terdiri dari kaus2, emblem & zine. Juga tak lupa memasang karya cukil kayu dari salah satu partisipan di grup kami ini. Setelah itu kami langsung membaur ke dalam kerumunan & siap menikmati gigs yang dimeriahkan oleh sederetan band punk yang rusuh tapi sangat humanis....hahaha

Terus terang pada awalnya kami mengira ini hanya sebuah gigs musik, namun ternyata juga ada beberapa kegiatan yakni: workshop sablon, workshop gambar untuk anak2 kecil berikut pameran karya mereka, food not bomb & pemutaran film anti globalisasi. Dan yang tak kalah hebohnya adalah penampilan sebuah band cihuy dari New Zealand yang bernama Mr. Sterile Assembly. Band beraliran experimental punk ini terdiri dari sepasang suami istri yang sudah tak mudah lagi, yakni Kieran a.k.a Mr. Sterile (Drum-Vokal) & Chriss Buttler (Bass-Vokal). Dalam penampilannya mereka memadukan musik yang eksperimental namun tak menghilangkan aura punk, lirik yang kuat & penampilan teatrikal sarat makna disertai kostum panggung yang unik. Terus terang aku sungguh tertarik dengan band ini ketika mereka membawakan sebuah lagu berjudul BURU yang didedikasikan pada novelis Pramoedya Ananta Toer.

Benar2 sebuah gigs sederhana yang sarat makna. Membuat kami tertarik untuk mengobrol lebih lanjut dengan manusia2 yang hidup dalam kolektif tersebut. Bagi kami, sebuah kegiatan swakelola semacam ini haruslah disebarluaskan & mungkin bisa menginspirasi kolektif atau grup2 otonom lainnya untuk membuat acara yang sederhana, tak perlu sewa gedung, tak perlu ijin aparat yang seringkali ribet & pake duit buat pelicin. Banyak hal yang menarik dari cara pengorganisiran yang mereka lakukan untuk keberlangsungan acara mereka ini, yang kami yakin bisa bikin kalian iri untuk bikin acara sederhana seperti apa yang Kolektif Taring Berakar . Hasil ngobrol2 itu nantinya akan masukkan dalam zine grup kami.








0 komentar:

Posting Komentar